Masa anak-anak adalah masa di mana mereka
belajar mengenal dunia lewat bermain. Bermain menjadi sarana sekaligus jembatan
antara apa yang ada dalam alam fantasi mereka dengan apa yang (bisa) mereka
wujudkan. Anak tidak melihat permainan sebagai "bermain" sebagaimana
orang tua atau orang dewasa menganggap bermain adalah sesuatu yang tidak riil.
Anak-anak yang lebih kecil menganggap bermain adalah sebuah realita seperti
halnya orang dewasa bekerja, bersekolah, membereskan rumah, dsb. Bermain adalah
dunia dimana mereka berada dan memberi makna terhadap segala sesuatu yang
mereka hadapi dalam permainan itu.
Sebenarnya jika diringkas, banyak sekali manfaat
bermain bagi anak, selain yang sudah disebutkan di atas. Sebuah studi yang
dilakukan dalam kurun waktu bertahun-tahun menemukan anak yang ketika kecil
(usia 4 tahun) gemar bermain blocks atau lego, ketika SMA memperlihatkan
kemampuan matematika yang lebih tinggi.
Problem Dalam Bermain
Dewasa ini, bermain menjadi kurang bermakna dan
kurang manfaatnya, dan bahkan terlalu banyak kerugiannya. Apakah yang salah
dengan bermain ini ?
1.
Tidak jelas tujuannya.
Kita sering menjumpai
anak-anak yang bermain just for killing time, menghabiskan waktu, entah
karena kurang kegiatan atau menunggu orang tua, supir atau jemputan.
Masalahnya, permainan favorit untuk killing time adalah game atau
sejenisnya yang tersedia di handphone atau smartphone, ipad,
dst. Ada yang
baik, tapi lebih banyak yang destruktif, seperti game yang berdarah-darah,
pukul-pukulan, tembak-tembakan, yang membuat pemainnya puas kalau sudah bisa
membunuh sebagai solusi satu-satunya dan mendapat reward yang paling
besar.
Dalam Journal of
Adolescence 27 (2004) 5-22 memuat hasil penelitian dampak hostile video
game terhadap remaja. Sebagai permainan yang "paling digemari" abad
ini, game yang hostile ternyata membuat remaja lebih hostile,
agresif dan kasar, dalam berargumentasi dengan guru/authority figure dan
lebih sering terlibat perkelahian fisik serta membuat prestasi belajar
memburuk. Fenomena di Indonesia dewasa ini, anak-anak kecil usia sekolah dasar
bahkan TK sudah di expose oleh permainan-permainan hostile lewat game
dan TV. Dengan temuan itu, dapat dibayangkan bagaimana jadinya anak-anak masa
depan kita.
2.
Tidak sesuai medianya dan kebutuhan anak
Kita
lihat banyak beredar game yang tidak peduli kategori usia, yang penting
laku keras. Padahal, permainan hostile itu untuk dewasa. Sama halnya
dengan tontonan TV, meski pun itu film Popeye atau pun Mr Bean bahkan Tom and
Jerry, Sponge Bob, Bart Simpson, film-film tersebut banyak
menayangkan plot, alur cerita, atau kejadian yang tidak cocok dikonsumsi
anak-anak kecil yang dalam proses pembentukan nilai. Film-film itu sebenarnya
miniatur orang dewasa, sehingga alhasil anak-anak benar-benar menjadi miniatur
orang dewasa karena meniru tokoh kartun di TV yang dibuat ala pikiran (dan delinquency-nya)
orang dewasa.
3.
Tidak ada engagement atau keterlibatan
Kerap terjadi, anak-anak
disuruh bermain dan diberi permainan agar tidak mengganggu atau merepotkan
orang dewasa/orang tua. Ada
orang tua yang enggan bermain dengan anak, karena sibuk, atau tidak nyambung
dengan anaknya karena perbedaan dunia yang tak (mau) diselami.
Baby
sitter atau mbak, tidak selalu mau dan mampu menyelam ke dalam
dunia anak, karena sebagian menganggap tugas utama adalah menjaga dan melayani
dalam arti harafiah. Ketika permainan dilakukan tidak dengan hati, maka proses
bermain menjadi lebih hambar. Dalam kehambaran itulah, tidak terbangun kepekaan
dan empati yang sebenarnya bisa diasah lewat bermain. Alhasil anak mudah bosan
dan mudah frustrasi. Sebaliknya, dalam permainan yang engaging, akan ada
diskusi dua arah yang membuka kemungkinan solusi. Bermain mobil-mobilan,
polisi-polisian, pemadam kebakaran, masak-masakan, semua yang
"biasa-biasa" bisa menjadi hidup dan menarik jika pemainnya terlibat
secara emosi dan tentunya, fantasi. Tanpa keterlibatan jiwa raga, permainan
mahal pun belum tentu mampu menghadirkan makna dan dampak yang dasyat pada anak.
Edward Fisher seorang
psikolog menemukan keterkaitan antara bermain dengan perkembangan ketrampilan
berbahasa. Ia menemukan bahwa bermain role play, meningkatkan kemampuan
kognitif-linguistik dan sosial afektif anak. Itu sebabnya bermain dengan hati menjadi
penting untuk menciptakan suasana bermain yang hidup dan menyenangkan.
Kendala
Anak Untuk Bermain
Beberapa hal yang sering menjadi kendala anak
dalam bermain, adalah kurangnya area bermain seperti tempat lapang dan
rerumputan yang kini sangat langka terutama bagi anak-anak perkotaan. Sarana
permainan yang bisa dinikmati dan dimanfaatkan publik pun hampir tidak
tersedia, kecuali ke arena bermain di mall dan harus membayar. Selain persoalan
di atas, ada kendala yang lebih krusial dan substansial karena kendala tersebut
ada di hadapan mata dan terjadi hampir setiap hari tanpa disadari oleh para
orang tua. Kendala yang bisa diistilahkan sebagai inhibitor, yakni :
1.
Ketakutan orang tua
"Awas
jatuh!", "Jangan, pokoknya nggak boleh naik-naik",
"awas bisa tergelincir lho". Banyak ungkapan yang disuarakan
orang tua ketika sedang bersama anaknya di tempat umum. Sikap orangtua yang overprotective,
membuat anak kurang percaya diri dan tergantung. Kecemasan dan ketakutan orang tua
terbaca oleh anak sebagai ekspresi ketidakpercayaan mereka terhadap kemampuan
anak mengatasi situasi saat itu. Mekanismenya demikian, ketika orangtua tidak
percaya pada anak, pada akhirnya anak meragukan dan mempertanyakan kemampuan
mereka. Selanjutnya, anak akan membatasi diri sebelum mereka mengeksplorasi
kemungkinan dan kesanggupan, before they reach their upper limit. Inilah
yang menjadi sumber inferioritas dan rendahnya harga diri.
2.
Nilai
Nilai
yang dimiliki dan diyakini orang tua berpengaruh terhadap anak. Sebagai contoh
ada seruan "anak laki tidak boleh masa-masakan, nanti jadi
homo". Sementara konsep homo sendiri jauh dari jangkauan pikiran
anak-anak yang masih innocence. "Anak perempuan kok manjat-manjat,
ayo turun, kamu bukan anak laki". Sebagian orang tua menganggap mendidik
anak harus keras dan anak harus dibatasi sebagaimana tradisi keluarga. Orangtua
ini akan menghalangi proses eksplorasi anak terhadap dirinya dan dunia serta
masa depannya.
3.
Ego
"Jangan
main di pantai, panas, nanti mama jadi hitam" atau "Nonton acara mama
saja, lebih seru daripada nonton kartun" atau "Main sama Mbak sana,
papa sedang sibuk nih, ini lebih penting soalnya!". Tanpa disadari,
kebutuhan dan keinginan orangtua berlomba dengan kebutuhan anak, untuk
direalisasikan. Situasi ini sebenarnya mendudukkan orangtua menjadi
kekanak-kanakan dan mendudukkan anak menjadi yang lebih tua karena akhirnya
anaklah yang mengalah demi orang tua.
Apa
yang akan terjadi ?
Jika dibiarkan, proses learning by doing and
experiencing menjadi terhambat karena terkendala berbagai hal. Sementara,
ada banyak tugas perkembangan yang harus dijalankan oleh anak-anak kita dalam
rangka pengembangkan berbagai komponen yang sangat krusial bagi proses
pertumbuhan, kematangan dan keberhasilan hidup mereka di masa mendatang.
Komponen tersebut adalah :
- Kemampuan survival, yakni kemampuan untuk bertahan dan keluar sebagai pemenang dalam kehidupan, mampu mengendalikan kehidupan dan tidak membiarkan diri menjadi korban keadaan.
- Kemampuan empati, kemampuan untuk memahami keadaan, perasaan, kesulitan, keterbatasan dan kemanusiaan orang lain, sebagaimana ia memahami dirinya sendiri
- Kemampuan mengelola emosi, yakni kemampuan mengolah perasaan, hingga mempunyai kepekaan rasa dan ketajaman intuisi
- Kemampuan beradaptasi, kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar maupun hal-hal baru
- Kemampuan bertumbuh, kemampuan untuk terus mencari dan melakukan pertumbuhan, untuk keluar dari rasa nyaman (comfort) untuk menemukan sesuatu yang lebih baik.
- Kemampuan recovery dan rekonstruksi, kemampuan bangkit dari kegagalan, belajar dari kegagalan maupun memperbaiki kesalahan
- Kemampuan mencari yang hakiki, mencari keutamaan sejati, kemampuan untuk membedakan, apa yang terutama dan utama dalam hidup ini, apa yang menjadi impian dan panggilan hidupnya kelak.
- Kemampuan membangun nilai infrastruktur, kemampuan untuk mengadopsi dan menginternalisasi nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi dalam bersikap dan bertindak.
Solusi
Bermain Dengan Asik
Sampai kapanpun, anak akan membutuhkan bermain,
oleh karenanya, tantangan untuk menghadirkan permainan dan waktu bermain yang
berkualitas adalah tantangan bagi orangtua modern. Solusi untuk bermain di
jaman modern ini tidaklah terlalu sulit untuk dijalankan meskipun terkendala
arena maupun sarana. Semua itu adalah nomor 2, yang terpenting adalah
keterlibatan orangtua (dan pengasuh), hubungan yang terjalin antara orang tua
dengan anak serta kreativitas orangtua atau pengasuhnya dengan anak yang diajak
bermain. Pada dasarnya semua anak kreatif, namun orang dewasa kerap kehilangan
kreativitas dan kehilangan minat serta daya fantasi untuk bermain mengikuti
irama anak. Ada
beberapa prasyarat untuk mengupayakan terjadinya permainan yang seru dan
berkualitas :
- Lepaskan keinginan "Jaga Image". Jaga image memperbesar jarak dengan anak sehingga tidak terjadi chemistry yang membuat suasana bermain menjadi hidup.
- Lepaskan idealism dan judgment. Idealisme dan judgment membuat kita cenderung menilai segala sesuatu dan akhirnya kehilangan minat untuk bermain karena segala sesuatu diukur pakai kaca mata penilaian dan "apa kata orang lain"
- Berusahalah. Banyak permainan murah dan asik bisa dilakukan jika kita sebagai orang dewasa mau mengupayakannya terlebih dahulu. Misalnya, ingin bermain sambil melakukan percobaan sederhana di rumah, maka orangtua atau pendamping perlu menyiapkan bahan-bahannya, dengan dibantu oleh anak agar keterlibatan itu terbangun sejak awal. Tanpa usaha, maka permainan yang murah dan mendidik tidak akan terwujud.
- Bergeraklah. Banyak permainan sederhana yang bisa terwujud jika kita mau bergerak. Persoalannya dewasa ini orang dewasa cenderung malas bergerak, namun lebih banyak menghabiskan waktu pada komputer, handphone maupun televisi atau smartphone lainnya.
- Biasakanlah. Buatlah agar bermain dengan anak menjadi sebuah kebiasaan dan kebutuhan kedua belah pihak. Ikatan emosional akan terjalin dengan sendirinya ketika kita memberikan diri kita sepenuhnya sebagaimana anak-anak memberikan diri mereka sepenuhnya pada "that very moment". Ikatan itu lah yang akan membuat hubungan orang tua-anak menjadi hubungan yang terbuka dan saling menghargai, saling mengerti dan mendukung; orang tua dan anak adalah satu team.
Beberapa
jenis permainan yang solutif
- Membuat percobaan ilmiah yang sederhana, dengan bahan-bahan yang tersedia di rumah. Permainan percobaan ini tidak hanya menyenangkan tapi juga mendidik.
- Bermain instrument musik dengan perlengkapan dapur atau benda-benda yang aman lainnya. Membuat sendiri alat music juga menyenangkan dan bisa digunakan terus menerus.
- Bermain bowling dengan botol bekas dan bola
- Bermain basket dengan ember digantung dan bola yang ringan
- Bermain bulu tangkis
- Tebak kata maupun teka-teki
- Bermain peran seperti pemadam kebakaran, piknik ke kebun binatang, polisi penjaga pantai, polisi lalu lintas, little chef, dsb
- Bermain lego, catur, ular tangga dan monopoli serta permainan sejenis lainnya. Kita bisa membuat sendiri ular tangga atau monopoli dengan tantangan yang lebih menarik.
- Treasure hunting, dengan menggambar peta sendiri dan menyembunyikan beberapa harta karun di sudut-sudut rumah.. Permainan ini bisa dimainkan secara kelompok, cocok untuk liburan atau pesta.
- Membuat kue, yang tidak membutuhkan api dan kompor, atau dibantu orang dewasa pada saat memanggangnya
- Art and craft dengan bahan bekas, misal kotak tissue yang tak terpakai, daun kering, dsb
- Bercocok tanam di polybag dan memelihara tanaman maupun binatang peliharaan
- Bermain dengan kaca pembesar untuk melihat benda-benda lebih dekat
- Bermain lompat tali atau permainan tradisional seperti congklak, bola bekel, dsb
- Bermain outdoor seperti berenang, sepeda, sepatu roda, skate board, hingga latihan memanjat pohon (jika masih ada pohon yang bisa dipanjat).
Banyak permainan yang bisa dilakukan, namun
semua membutuhkan usaha dan kemauan terutama dari pihak orang tua atau
pengasuh. satu hal yang perlu diketahui pula, bahwa pada dasarnya jika orangtua
ikut berpartisipasi dalam permainan anak-anak mereka, orangtua juga akan
merasakan manfaat yang besar bagi tubuh dan jiwa mereka. Bermain bagi orang
dewasa juga bermanfaat untuk merevitalisasi kembali energi, mengobati stress,
menumbuhkan kreativitas, harapan dan impian, mengatasi rasa kesepian dan
kesedihan, serta meningkatkan daya tahan menghadapi tekanan dan kehidupan.
Masih banyak manfaat bermain lainnya bagi orang dewasa. Oleh karenanya, bagi
siapapun yang masih mempunyai anak kecil di rumah, bermainlah bersama agar chemistry
yang terjalin membangun energy positif bagi kedua pihak dan membangun karakter
anak yang lebih percaya diri dan positif.
Semoga Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar