BAB I
PENGERTIAN
DAN TUJUAN EVALUASI SUPERVISI
A.
PENGERTIAN EVALUASI
Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas akan evaluasi pelaksanaan program
bimbingan dan konseling terlebih dahulu perlu dibahas dan dikaji pengertian
tentang eveluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1.
Menurut
Nana Sudjana, 1991.
Evaluasi adalah memberikan pertimbangan atau nilai
berdasarkan kriteria tertentu
2.
Menurut
Moh. Surya dan Rochman Natawidjaja, 1986.
Evaluasi adalah upaya menelaah atau menganalisis program
layanan BK yang telah dan sedang dilaksanakan untuk mengembangkan dan
memperbaiki program bimbingan secara khusus dan program pendidikan di sekolah (
termasuk madrasah ) secara umum.
3.
Menurut
W.S Winkel, 1991: 135
Evaluasi program bimbingan adalah mencakup usaha menilai
efesiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan itu sendiri demi peningkatan mutu
program bimbingan. Pelaksanaan evaluasi menuntut diadakan penelitian, dengan
mengumpulkan data secara sistematis, mengadakan penafsiran dan merencanakan langkah-langkah
perbaikan.
4.
Menurut
Sukardi, 1990: 47
Menyatakan eveluasi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling disekolah adalah segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan
derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program
bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau
patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan.
5.
Menurut
Dewa Ketut Sukardi, 1990: 47
Evaluasi program bimbingan adalah segala upaya tindakan
atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan
dengan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu
pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan
yang dilaksanakan. Jadi pelaksanaan program bimbingan merupakan salah satu
usaha untuk menilai efesiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling
demi peningkatakn mutu program bimbingan dan konseling
6.
Menurut
Fitri Wahyuni, 2009
Evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling adalah
usaha penelitian dengan cara mengumpulkan data secara sistematis, menarik
kesimpulan atas dasar data yang diperoleh secara objektif, mengadakan
penafsiran dan merencanakan langkah-langkah perbaikan, pengembangan dan
pengarahan staf.
Berdasarkan pengertian
diatas dapat dirumuskan bahwa:
1.
Evaluasi
program bimbingan dan konseling merupakan suatu usaha untuk menilai efensiensi
dan efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling demi peningkan mutu program
bimbingan dan konseling.
2.
Evaluasi
program bimbingan dan konseling ialah suatu usaha penelitian dengan cara
mengumpulkan data secara sistematis, menarik kesimpulan atas dasar data yang
diperoleh secara objektif, mengadakan penafsiran dan merencanakan
langkah-langkah perbaikan, pengembangan dan pengarahan staf.
3.
Jadi
dengan demikian dapat dikatakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena berdasarkan hasil
evaluasi itulah dapat diambil suatu kesimpulan apakah kegiatan yang telah
dilakukan itu dapat dicapai sasaran yang diharapkan secara efektif dan efesien
atau tidak, kegiatan perlu diteruskan atau tidak dan sebagainya.
Karena itu kegiatan Evaluasi
program bimbingan dan konseling untuk:
1.
Meneliti
secara periodik hasil pelaksanaan program BK agar dapat diketahui bagian
program mana yang perlu ditingkatkan dan di perbaiki.
2.
Memperkuat
asumsi atau perkiraan yang mendasari pelaksanaan program BK. Salah satu asumsi
atau perkiraan yang berkenaan dengan evaluasi adalah apakah program dan layanan
BK telah benar-benar efektif membantu siswa disekolah dan madrasah
mengembangkan secara memuaskan perilaku yang positif.
3.
Melengkapi
bahan-bahan informasi dan data yang diperlukan untuk pelayanan BK kepada siswa
secara perorangan. Misalnyaprogram pengumpulan data ( testing ) yang mencakup
kecerdasan, bakat dan tes hasil belajar, akan sangat membantu konselor dan
petugas-petugas bimbingan yang lainnya dalam menentukan jenis bantuan yang
perlu diberikan kepada siswa.
4.
Untuk
memperoleh dasar yang kuat sebagai kelancaran pelaksanaan program BK disekolah
dan madrasah berkenaan dengan masyarakat.
B.
PENGERTIAN SUPERVISI
Keterampilan utama dari seorang Kepala Sekolah
adalah melakukan penilaian dan pembinaan kepada konselor untuk secara terus
menerus meningkatkan kualitas proses bimbingan yang dilaksanakan di kelas agar
berdampak pada kualitas hasil belajar siswa.
Untuk dapat mencapai kompetensi tersebut Kepala Sekolah diharapkan dapat
melakukan supervisi yang didasarkan pada metode dan teknik supervisi yang tepat
sesuai dengan kebutuhan konselor.
Glickman (1981),
mendefinisikan supervisi adalah serangkaian kegiatan untuk membantu konselor
mengembangkan kemampuannya mengelola proses bimbingan demi pencapaian tujuan bimbingan.
Supervisi merupakan upaya membantu konselor mengembangkan kemampuannya mencapai
tujuan bimbingan. Dengan demikian, berarti, esensi supervisi itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja konselor
dalam mengelola proses bimbingan/, melainkan membantu konselor mengembangkan
kemampuan profesionalismenya.
Prinsip-prinsip
supervisi modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi di sekolah-sekolah, yaitu sebagai berikut.
a. Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan
yang harmonis, bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan
demikian ini bukan saja antara supervisor dengan konselor/konselor, melainkan juga
antara supervisor dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi.
b. Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan.
Supervisi bukan tugas bersifat sambilan
yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Apabila konselor telah berhasil mengembangkan
dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap
dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat problema proses bimbingan
selalu muncul dan berkembang.
c. Supervisi harus demokratis. Supervisor tidak boleh
mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik tekan supervisi yang demokratis, aktif dan kooperatif.
Supervisor harus melibatkan secara aktif konselor yang dibinanya. Tanggung jawab
perbaikan program bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada konselor/konselor. Karena itu, program
supervisi sebaiknya direncanakan,
dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan konselor/konselor, kepala sekolah, dan
pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.
d. Program supervisi harus integral dengan program pendidikan
secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan hubungan yang
baik dan harmonis antara supervisor dengan semua pihak pelaksana program pendidikan.
e. Supervisi harus komprehensif. Program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan,
walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil
analisis kebutuhan pengembangan sebelumnya.
f. Supervisi harus konstruktif. Supervisi bukanlah untuk mencari kesalahan-kesalahan konselor/konselor, melainkan untuk
mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas konselor dalam memahami dan
memecahkan problem-problem yang dihadapi.
g.
Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program
supervisi harus obyektif berdasarkan
kebutuhan nyata pengembangan profesional konselor/konselor
C.
PERBEDAAN EVALUASI DAN SUPERVISI
Sesuatu
yang disebut program, merupakan rangkaian kegiatan yang terencana yang lengkap
dengan rincian tujuan beserta jenis-jenis kegiatannya. Untuk mengetahui apakah
program yang diimplementasikan benar-benar berhasil atau program yang
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang dibuat, diperlukan Supervisi dan
evaluasi.
1.
SUPERVISI
Supervisi adalah suatu proses sistematis dan
berkelanjutan dalam pengumpulan, analisis, dan penggunaan informasi untuk
mengontrol manajemen dan pengambilan keputusan dengan maksud untuk memastikan
hal-hal apapun dari suatu program yang sedang dijalankan dapat berjalan secara
efektif, efisien sesuai dengan langkah atau rencana yang telah disusun
sebelumnya.
Supervisi harus dilakukan secara kontinyu atau reguler,
misalnya bulanan, per-semester, tahunan, dan lain sebagainya. Dalam melakukan Supervisi,
harus jelas indikator-indikator apa saja yang harus dipantau.
Supervisi dilakukan dengan tujuan untuk: Pertama,
menghasilkan kinerja yang terbaik dengan cara memperoleh feedback dari semua
pihak atau aspek yang sedang kita kerjakan. Kedua, meningkatkan
rencana kerja dan melakukan tindakan perbaikan segera terhadap beberapa
penyimpangan (Deviasi) yang mungkin terjadi. Ketiga, menjajaki
progress dan perubahan yang terjadi dari sisi input, proses maupun output
melalui sistem pelaporan dan pencatatan reguler. Keempat,
membantu pengambil keputusan, seperti manajer program dalam menentukan hal-hal
apa saja yang memerlukan fokus perhatian penuh atau usaha yang lebih dan hal
mana yang kurang prioritas, atau hal mana yang harus segera diluruskan,
dikembalikan, diarahkan menuju tujuan ideal sesuai rencana. Kelima,
Temuan hasil Supervisi selanjutnya akan menjadi bahan atau bagian dari alat
evaluasi untuk intervensi selanjutnya.
2.
EVALUASI
Evaluasi adalah sekumpulan aktifitas yang dirancang untuk
menentukan nilai atau harga dari suatu program atau intervensi tertentu.
Evaluasi dilakukan untuk menentukan apakah proyek tersebut berhasil, kurang
berhasil, atau gagal. Namun demikian, evaluasi bisa bersifat formatif, artinya
temuan evaluasi dijadikan sebagai acuan untuk melakukan revisi atau perbaikan,
tapi bisa juga bersifat sumatif untuk menentukan efektif atau tidak, berhasil
atau tidak, layak atau tidak sehingga memungkinkan suatu program perlu
dilanjutkan atau distop.
Dengan demikian tujuan evaluasi adalah untuk mengukur dan
menilai pengaruh, hasil atau produk dan dampak dari suatu intervensi/program
sebagai acuan pengambilan keputusan baik selama pelaksanaan program maupun
untuk tindak lanjut pelaksanaan porogram ke depan.
Evaluasi suatu program biasanya terbagi dalam 2 (dua)
tingkatan, yakni: Pertama, Evalusai Tengah Program (Mid-Term Evaluation).
Kedua, Evalusai Akhir Program (Program Completion Evaluation). Evalusai Tengah
Program dimaksudkan untuk review kemajuan dan usulan-usulan alternative desain
program untuk sisa waktu pelaksanaan program. Sedangkan Evalusai Akhir Program
dimaksudkan untuk menilai dan mendokumentasikan sumberdaya yang digunakan,
hasil-hasil kemajuan tujuan program. Evalusai Akhir Program bertujuan untuk
merumuskan pelajaran yang di”Petik” (Lesson Learn) sebagai pijakan bagi
perancang program, pelaksana program dan para penerima manfaat program dalam
perbaijan desain program dimasa-masa mendatang.
3.
PERBEDAAN SUPERVISI & EVALUASI
Secara prinsip Supervisi dan evaluasi dapat dibedakan
dari dari 3 (tiga) sisi, yakni: Pertama, Dari Sisi Tujuan Utama. Supervisi
bertujuan untuk membuat tetap pada jalur, menyesuaikan dengan rencana dan
meningkatkan efisiensi. Sedangkan evaluasi bertujuan untuk mengukur
keberhasilan, meningkatkan efektifitas, mengukur dampak, dan melakukan
perbaikan kedepan. Kedua, Dari Sisi Frekuensi. Supervisi bersifat
reguler dan kontinyu, sedangkan evaluasi bersifat episodik (waktu-waktu
tertentu ketika suatu proyek, program selesai). Ketiga, Dari Sisi Focus.
Supervisi memfokuskan diri pada input, output, proses dan rencana kerja.
Sedangkan evaluasi memfokuskan diri pada efektifitas, relevansi, dampak, dan
efektifitas biaya.
4.
PRINSIP MELAKSANAKAN SUPERVISI DAN EVALUASI
Supervisi dan evaluasi ini harus ditujukan untuk mengetahui apakah
strategi yang dipergunakan cukup efektif atau harus dirubah dan apakah isue ini
masih dapat diteruskan atau tidak. Untuk melakukan evaluasi dan supervisi, ada
sejumlah prinsip yang harus dipegang teguh, yakni: Pertama,
Objektif. Artinya, pelaksanaan evaluasi dan supervisi harus dilakukan atas
dasar indikator-indikator yang sudah disepakati tanpa tndensi apriori. Kedua,
Transparan (Keterbukaan). Pelaksanaan evaluasi dan supervisi harus dilakukan
secara terbuka dan diinformasikan kepada seluruh pihak yang terkait dengan
pelaksanaan evaluasi dan supervisi ini. Ketiga, Partisipatif.
Pelaksanaan evaluasi dan supervisi harus melibatkan secara aktif dan interaktif
bagi para pelaku. Keempat, Akuntabilitas (Tanggung Gugat).
Pelaksanaan evaluasi dan supervisi dapat dipertanggungjawabkan secara internal
maupun eksternal. Kelima, Tepat Waktu. Pelaksanaan evaluasi dan
supervisi harus sesuai waktu yang dijadwalkan. Keenam,
Berkesinambungan. Artinya, hasil evaluasi dan supervisi harus dipakai sebagai
umpan balik penyempurnaan pada kebijakan berikut.
D.
KEDUDUKAN EVALUASI DAN SUPERVISI DALAM MANEJEMEN
Berikut
adalah lima fungsi manajemen yg paling penting yang berasal dari klasifikasi
paling awal dari fungsi-fungsi manajerial yaitu:
a)
Planning, atau perencanaan merupakan pemilihan atau penetapan
tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi kebijaksanaan proyek program
prosedur metode sistem anggaran dan standar yg dibutuhkan utk mencapai tujuan.
b)
Organizing atau pengorganisasian ini meliputi:
-
Penentuan
sumber daya-sumber daya dan kegiatan-kegiatan yg dibutuhkan utk mencapai tujuan
organisasi.
-
Perancangan
dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja yg akan dapat membawa
hal-hal tersebut ke arah tujuan.
-
Penugasan
tanggung jawab tertentu Pendelegasian wewenang yg diperlukan kepada
individu-individu utk melaksanakan tugasnya.
c)
Staffing, Staffing atau penyusunan personalia adl penarikan
(recruitment) latihan dan pengembangan serta penempatan dan pemberian orientasi
pada karyawan dalam lingkungan kerja yg menguntungkan dan produktif.
d)
Leading, Leading atau fungsi pengarahan adalah bagaimana membuat
atau mendapatkan para karyawan melakukan apa yg diinginkan dan harus mereka
lakukan.
e)
Controlling, atau evaluasi adalah penemuan dan penerapan cara dan alat
untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yg telah
ditetapkan.
Sementara
itu ada juga pembagian manajemen yang disederhanakan menjadi empat fungsi saja
berikut penjelasannya:
a)
Planning merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan
pendefinisian sasaran utk kinerja organisasi di masa depan dan untuk memutuskan
tugas-tugas dan sumber daya-sumber daya yg digunakan yang dibutuhkan untuk
mencapai sasaran tersebut.
b)
Organizing merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan
penugasan mengelompokkan tugas-tugas ke dalam departemen-departemen dan
mengalokasikan sumber daya ke departemen.
c)
Leading fungsi manajemen yg berkenaan dengan bagaimana
menggunakan pengaruh utk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi.
d)
Controlling fungsi manajemen yg berkenaan dengan kepala sekolah
terhadap aktivitas karyawan menjaga organisasi agar tetap berada pada jalur yg
sesuai dengan sasaran dan melakukan koreksi apabila diperlukan.
Dari
sini jelas bahwa kedudukan evaluasi dan supervisi merupakan salah satu bagian
dari manejemen, yaitu controling. Perbedaan istilah antara controlling dan
evaluasi Supervisi hanyalah pada penggunaan kata-katanya saja tetapi arti dari
istilah itu relatif sama.
E.
TUJUAN EVALUASI SUPERVISI
Tujuan
Evaluasi dan Supervisi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Kegiatan
evaluasi bertujuan mengetahui keterlaksanaan kegiatan dan ketercapaian tujuan
dari program yang telah ditetapkan.
1.
Tujuan Umum
Secara umum, penyelenggaraan Evaluasi dan Supervisi
pelaksanaan program bimbingan dan konseling bertujuan sebagai berikut:
a)
Mengetahui
kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan
layanan bimbinga dan konseling.
b)
Mengetahui
tingkat efesiensi dan efektifitas strategi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
c)
Secara
operasional, penyelenggaraan Evaluasi dan Supervisi pelaksanaan program
bimbingan dan konseling ditujukan untuk :
-
Meneliti
secara berkala pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
-
Mengetahui
tingakat efesiensi dan efektifitas dari layanan bimbingan dan konseling.
-
Mengetahui
jenis layanan yang sudah atau belum dilaksanakan dan atau perlu diadakan
perbaikan dan pengembangan.
-
Mengetahui
sampai sejauh mana keterlibatan semua pihak dalam usaha menunjang keberhasilan
pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
-
Memperoleh
gambaran sejauh mana peranan masyarakat terhadap pelaksanaan program bimbingan
dan konseling.
-
Mengetahui
sampai sejauh mana kontribusi program bimbingan dan konseling terhadap
pencapaian tujuan pendidikan pada umumnya, TIK dan TIU pada khususnya.
-
Mendapat
informasi yang adekuat dalam rangka perencanaan langkah-langkah pengembangan
program bimbingan dan konseling selanjutnya.
-
Membantu
mengembangkan kurikulum sekolah untuk kesesuaian dan kebutuhan.
2.
Tujuan Khusus
Sedangkan
secara khusus tujuan Evaluasi dan Supervisi program bimbingan dan konseling
adalah:
a)
Untuk
mengetahui jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling apakah sudah ada atau
belum diberikan kepada siswa di sekolah ( madrasah ).
b)
Untuk
mengetahui efektivitas dan efesiensi layanan yang diberikan itu dalam fungsinya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan semua individu disekolah ( madrasah ) dan
diluar sekolah ( madrasah ).
c)
Untuk
mengetahui bagaimanakah sumbangan program bimbingan terhadap program pendidikan
secara keseluruhan di sekolh ( madrasah ) yang bersangkutan.
d)
Untuk
mengetahui apakah teknik-teknik atau program yang digunakan berjalan secara
efektif dalam mencapai tujuan-tujuan bimbingan.
e)
Untuk
mengetahui aspek-aspek lain apakah yang perlu dimasukkan kedalam program
bimbingan untuk perbaikan layanan yang diberikan.
f)
Untuk
membantu kepala sekolah ( madrasah ), konselor-konselor termasuk pembimbing
atau konselor dalam melakukan perbaikan tata kerja mereka dalam memahami dan
memenuhi kebutuhan tiap-tipa siswa.
g)
Untuk
mengetahui dalam bagian-bagian manakah dari program bimbingan yang perlu
diadakan perbaikan-perbaikan.
h)
Untuk
mendorong semua personil bimbinga agar bekerja leih giat dalam mengembangkan
program-program bimbingan.
i)
Menunjukkan
sampai sejauh manakah sumber-sumber masyarakat telah digunakan atau diikutsertakan
dalam program bimbingan untuk tujuan-tujuan pengembangan serta perbaikan program
dan pelayanan bimbingan.
F.
PENTINGNYA EVALUASI DAN SUPERVISI
Dalam
keseluruhan kegiatan layanan bimbingan dan konseling, penilaian diperlukan
untuk memperoleh umpan balik terhadap keefektivan layanan bimbingan yang telah
dilaksanakan. Dengan informasi ini dapat diketahui sampai sejauh mana derajat
keberhasilan kegiatan layanan bimbingan. Berdasarkan informasi ini dapat
ditetapkan langkah-langkah tindak lanjut untuk memperbaiki dan mengembangkan
program selanjutnya.
Kegiatan
Evaluasi dan Supervisi bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan dan
ketercapaian tujuan dari program yang telah ditetapkan. Karena itu Evaluasi dan
Supervisi program bimbingan dan konseling di sekolah penting karena:
1.
Memberikan
umpan balik (feed back) kepada konselor pembimbing konselor) untuk memperbaiki
atau mengembangkan program bimbingan dan konseling.
2.
Memberikan
informasi kepada pihak pimpinan sekolah, konselor mata pelajaran, dan orang tua
siswa tentang perkembangan sikap dan perilaku, atau tingkat ketercapaian
tugas-tugas perkembangan siswa, agar secara bersinergi atau berkolaborasi
meningkatkan kualitas implementasi program BK di sekolah.
BAB II
MODEL DAN
PENDEKATAN EVALUASI BIMBINGAN KONSELING
A.
JENIS EVALUASI PROGRAM BK
Jenis Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah.
1.
Evaluasi
Peserta Didik ( Input )
Pemahaman terhadap peserta didik yang mendapatkan
bimbingan dan konseling penting dan perlu. Pemahaman mengenai peserta didik
perlu dilakukan sedini mungkin. Evaluasi jenis ini dimulai dari layanan
pengumpulan data pada saat peserta didik diterima oleh dekolah bersangkutan.
Adapun jenis data yang dikumpulkan dari peserta didik dapat berupa: kemampuan
sekolastik, bakat, minat, kepribadian, prestasi belajar, riwayat kependidikan,
riwayat hidup, citia-cita pendidikan atau jabatan, hobi dan penggunaan waktu
luang, kebiasaan belajar, hubungan sosial, keadaan fisik dan kesehatan,
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan minat terhadap mata pelajaran sekolah.
2.
Evaluasi
Program
Jenis evaluasi program ini dilakukan demi untuk
peningkatan mutu program bimbingan dan konseling di sekolah dibagi menjadi
beberapa kegiatan layanan, yaitu:
a)
Layanan
kepada peserta didik.
b)
Layanan
kepada guru/konselor/konselor/konselor.
c)
Layanan
kepada kepala sekolah.
d)
Layanan
kepada orang tua siswa atau masyarakat.
Kegiatan operasional dari masing-masing layanan hendaknya
disusun dalam suatu sistematika tertentu. Jenis evaluasi pelaksanaan program
ini memerlukan alat-alat atau instrumen evaluasi yang baik.
3.
Evaluasi
Proses
Dalam evaluasi proses, yang dievaluasi adalah proses
pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dari mulai perencanaan
hingga pelaksanaan. Eveluasi proses ini bertujuan untuk mengetahui efesiensi
dan efektivitas proses dan pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas proses
bimbingan itu sendiri.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu
program, dituntut suatu proses pelaksanaan yang mengarah kepada tujuan yang diharapkan.
Didalam proses pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah banyak
faktor yang terlihat khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan. Hal itu
dapat diuraikan seperti berikut :
a)
Organisasi
dan administrasi program bimbingan.
b)
Personal
/ petugas pelaksana.
c)
Fasilitas
dan perlengkapan.
d)
Kegiatan
Bimbingan.
e)
Partisipasi
guru/konselor/konselor/konselor.
f)
Anggaran
pembiayaan.
g)
Evaluasi
Hasil
Aspek yang paling penting keberhasilan suatu program dari
pelaksanaan program itu sendiri. Untuk memperoleh gambaran tentang hasil yang
diharapkan sesuai dengan tujuan pelayanan bimbingan dapat tercapai atau tidak,
akan tercermin dalam diri siswa yang mendapat pelayanan bimbingan itu sendiri.
Hal – hal yang menyangkut diri siswa sesuai dengan tujuan
pelayanan bimbingan dapat dilihat dalam segi :
a)
Pandangan
para tamatan / lulusan tentang program pendidikan di sekolah yang telah
ditempuhnya.
b)
Kualitas
prestasi (performance) bagi tamatan / lulusan.
c)
Pekerjaan
/ jabata yang dilakukan oleh siswa yang telah menamatkan program pendidikannya
.
d)
Proporsi
tamatan / lulusan yang bekerja dan yang belum bekerja.
B.
Prosedur Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah
Dalam
mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program bimbingan dan konseling di
sekolah dapat melalui prosedur sebagai berikut:
1.
Fase Persiapan, Pada fase persiapan ini terdiri dari kegiatan
penyusunan kisi-kisi evaluasi. Dalam kegiatan penyusunan kisi-kisi evaluasi ini
langkah-langkah yg dilalui adalah:
a)
Langkah
pertama penetapan aspek-aspek yang dievaluasi. Aspek-aspek yang dievaluasi
adalah:
1)
Penentuan
dan perumusan masalah yang hendak dipecahkan atau tujuan yang akan dicapai.
2)
Program
kegiatan bimbingan.
3)
Personel
atau ketenagaan.
4)
Fasilitas
teknik dan administrasi bimbingan.
5)
Pembiayaan.
6)
Partisipasi
personel.
7)
Proses
kegiatan.
8)
Akibat
sampingan.
b)
Langkah-langkah
kedua penetapan kriteria keberhasilan evaluasi. Misalnya, bila proses aspek
kegiatan yang akan dievaluasi maka kriteria yang dapat dievaluasi ditinjau
dari: lingkungan bimbingan, sarana yang ada, dan situasi daerah.
c)
Langkah
ketiga penetapan alat-alat/ instrument evaluasi.. Misalnya aspek proses kegiatn
yang hendak dievaluasi dengan kriteria bagian b di atas, maka instrument yang
harus digunakan ialah: ceklis, observasi kegiatan, tes situsasi, wawancara, dan
angket
d)
Langkah
keempat penetapan prosedur evalusi.Seperti contoh pada butir b) dan c) di atas, maka prosedur evaluasinya
mlalui: penelaahan, kegiatan, penelaahan hasil kerja, konfrensi kasus, dan
lokakarya
e)
Langkah
kelima penetapan tim penilaian atau evaluator .Berkaitan dengan contoh diatas,
maka yang harus menjadi evaluator dalam penilaian proses kegiatan ialah: ketua
bimbingan dan konseling, kepala sekolah, tim bimbingan dan konseling, dan
konselor.
2.
Fase persiapan alat atau instrument evaluasi
Dalam
fase kedua ini dilakukan kegiatan di antaranya:
a)
Memilih
alat-alat atau instrumen evaluasi yang ada atau menyusun dan mengembangkan
alat-alat evaluasi yang diperlukan.
b)
Penggandaan
alat-alat instrumen evaluasi yang akan digunakan.
c)
Fase
pelaksanaan kegiatan evaluasi. Dalam fase pelaksanaan evaluasi ini, evaluator
melalui kegiatan, yaitu:
1)
Persiapan
pelaksanaan kegiatan evaluasi;
2)
Melaksanakan
kegiatan evaluasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
3.
Fase menganalisis hasil evaluasi
Dalam fase analisis hasil evaluasi dan pengolahan data
hasil evaluasi ini dilakukan mengacu kepada jenis datanya. Data-data itu,
diantarnya:
a)
Tabulasi
data;
b)
Analisis
hasil pengumpulan data melalui statistik atau non-statistik
c)
Fase
penafsiran atau interprestasi dan pelaporan hasil evaluasi. Pada fase ini
dilakukan kegiatan membandingkan hasil analisis data dengan kriteria penilaian
keberhasilan & kemudian diinterprestasikan dng memakai kode-kode tertentu,
untuk kemudian dilaporkan serta digunakan dalam rangka perbaikan dan atau
pengembangan program layanan Bimbingan Konseling.
BAB III
HAMBATAN
MELAKUKAN EVALUASI BK SERTA METODE YANG DIGUNAKAN
A.
Hambatan-Hambatan Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan
Dan Konseling di Sekolah.
Ada beberapa hambatan yang
dirasakan sampai saat ini dalam evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling di sekolah, yaitu:
1.
Pelaksana
bimbingan di sekolah tidak mempunyai waktu yang cukup memadai untuk
melaksanakan evaluasi pelaksanaan program BK.
2.
Pelaksana
bimbingan dan konseling memiliki latar belakang pendidikan yang bervariasi baik
ditinjau dari segi jenjang maupun programnya, sehingga kemampuannya pun dalam
mengevaluasi pelaksanaan program BK sangat bervariasi termasuk dalam menyusun,
membakukan dan mengembangkan instrumen evaluasi.
3.
Belum
tersedianya alat-alat atau instrument evaluasi pelaksanaan program bimbingan
dan konseling di sekolah yang valid, reliable, dan objektif.
4.
Belum
diselenggarakannya penataran, pendidikan, atau pelatihan khusus yang berkaitan
tentang evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling pada umumnya,
penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah.
5.
Penyelenggaraan
evaluasi membutuhkan banyak waktu dan uang. Tidak dapat diragukan lagi untuk
memulai mengadakan evaluasi tampaknya memerlukan baya yang cukup mahal dan
perlu biaya yang banyak.
6.
Belum
adanya guru/konselor/konselor/konselor inti atau instruktur BK yg ahli dlm
bidang evaluasi pelaksanaan peogram BK di sekolah. Sampai saat ini kebanyakan
yg terlibat dlm bidang ini adalah dari perguru/konselor/konselor/konseloran
tinggi yang sudah tentu konsep dan kerangka kerjanya tidak berorientasi kepada
kepentingan sekolah
7.
Perumusan
kriteria keberhasilan evaluasi pelaksanaan bimbingan dan yang tegas dan baku
belum ada sampai saat ini.
B.
Model Pendekatan dalam Evaluasi
Di dalam melakukan evaluasi terhadap
suatu program/kebijakan, dapat digunakan sejumlah pendekatan yang berbeda yang
tentunya akan mempengaruhi indikator yang digunakan, antara lain :
1. Pendekatan berdasarkan sistem nilai yang
diacu.
2.
Pendekatan berdasarkan dasar evaluasi.
3. Pendekatan berdasarkan kriteria evaluasi.
1.
Pendekatan Berdasarkan Sistem Nilai yang
Diacu
Pendekatan berdasarkan sistem nilai yang diacu ada tiga
jenis, yaitu
evaluasi semu, evaluasi teori keputusan dan evaluasi formal.
a.
Evaluasi Semu (Pseudo Evaluation)
Sifat dari Evaluasi semu ini adalah
melakukan penilaian berdasarkan parameter tertentu yang secara umum disepakati
(self evident) dan tidak
kontroversial (uncontroversial).
Hasil evaluasinya mudah diterima oleh publik dan tidak terlalu rumit (complicated). Penilaiannya berkisar
antara gagal atau berhasil. Pseudo
evaluation ini seringkali dijadikan sebagai salah satu metode monitoring.
b.
Evaluasi Teori Keputusan (Decision
Theoretic Evaluation/ DTE)
Sifat dari DTE adalah melakukan penilaian berdasarkan parameter yang
disepakati oleh pihak-pihak yang terkait secara langsung/pihak yang
bersitegang. Sistem nilainya juga berdasarkan kesepakatan antara pihak yang
bersitegang. Biasanya berkisar antara benar atau salah.
c.
Evaluasi
Formal (Formal Evaluation)
Sifat dari evaluasi formal adalah melakukan penilaian berdasarkan
parameter yang ada pada dokumen formal seperti tujuan dan sasaran yang tercantum dalam dokumen kebijakan rencana
tata ruang, peraturan perundang-undangan dan sebagainya.
Dalam evaluasi formal, metode yang
ditempuh untuk menghasilkan informasi yang valid dan reliable ditempuh dengan beberapa cara antara lain:
1)
Merunut
legislasi (peraturan perundang-undangan);
2)
Merunut
kesesuaian dengan kebijakan yang tercantum pada dokumen formal yang memiliki
hierarki diatasnya;
3)
Merunut
dokumen formal (kesesuaian dengan hasil yang diharapkan /tujuan dan sasaran); dan
4)
Interview dengan penyusun kebijakan atau administrator program.
Evaluasi formal terbagi atas 2 jenis,
yaitu summative evaluation dan formative evaluation. Summative evaluation adalah upaya untuk
mengevaluasi program/kegiatan yang telah dilakukan dalam kurun waktu tertentu,
umumnya dilakukan untuk mengetahui/mengevaluasi program/kegiatan yang relatif
sering dilakukan dan karena indikatornya
tetap/baku. Formative evaluation
adalah upaya untuk mengevaluasi pelaksanaan program/kegiatan secara kontinyu,
karena merupakan program/kegiatan yang relatif baru dan indikatornya dapat
berubah-rubah.
2.
Pendekatan Berdasarkan Dasar Evaluasi
Pendekatan berdasarkan dasar evaluasi
ada 6 jenis yaitu:
a.
Before vs after comparison (pembandingan antara sebelum dan sesudah)
Karakteristik dari pendekatan jenis ini antara lain hanya berlaku untuk
satu komunitas yang sama dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah
adanya intervensi.
b.
With vs without comparisons (pembandingan antara dengan atau tanpa intervensi)
Karakteristik dari pendekatan jenis ini antara lain hanya berlaku untuk lebih dari satu komunitas
(>1) dengan membandingkan antara komunitas yang diberi intervensi dengan
komunitas yang tidak diberi intervensi dalam waktu yang bersamaan.
c.
Actual vs planned performance
comparisons (pembandingan antara
kenyataan dengan rencana)
Karakteristik dari pendekatan jenis ini antara lain membandingkan antara
rencana dengan kenyataan di lapangan (sesuai atau tidak).
d.
Experimental (controlled) models
Karakteristik dari pendekatan ini adalah melihat dampak dari perubahan
kebijakan/policy terhadap suatu
kegiatan yang memiliki standar ketat. Dampaknya dilihat dari proses dan hasil
kegiatan tersebut.
e.
Quasi experimental (uncontrolled) models
Karakteristik dari pendekatan ini adalah melihat dampak dari
perubahan kebijakan/policy terhadap suatu kegiatan yang tidak memiliki standar tidak
memiliki standar. Dampaknya dilihat hanya berdasarkan hasilnya saja, sedangkan
prosesnya diabaikan.
f.
Efisiensi penggunaan dana (Cost Oriented Approach)
Cost Oriented Approach terbagi tiga yaitu ex-ante
evaluation, on-going evaluation
dan ex-post evaluation. Ex-ante evaluation adalah evaluasi yang
dilakukan sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan. On-going Evaluation adalah evaluasi yang dilakukan saat kegiatan
tersebut sedang berjalan. Ex-post
evaluation adalah evaluasi yang dilakukan setelah kegiatan tersebut
selesai.
3.
Pendekatan Berdasarkan Kriteria Evaluasi
Pendekatan berdasarkan
kriteria evaluasi terbagi atas 6 indikator, yaitu:
a.
Efektivitas
Penilaian terhadap efektivitas ditujukan untuk menjawab ketepatan waktu
pencapaian hasil/ tujuan. Parameternya adalah ketepatan waktu.
b.
Efisiensi
Penilaian terhadap efisiensi ditujukan untuk menjawab pengorbanan yang
minim (usaha minimal) untuk mencapai hasil maksimal. Parameternya adalah biaya,
rasio, keuntungan dan manfaat.
c.
Adequacy/ketepatan dalam menjawab
masalah
Penilaian terhadap adequacy ditujukan untuk melihat sejauh mana tingkat
pencapaian hasil dapat memecahkan
masalah.
d.
Equity / pemerataan
Penilaian terhadap equity ditujukan untuk melihat manfaat dan biaya dari
kegiatan terdistribusi secara proporsional untuk aktor-aktor yang terlibat.
e.
Responsiveness
Penilaian terhadap responsiveness
ditujukan untuk mengetahui hasil rencana/kegiatan/kebijaksanaan sesuai dengan
preferensi/keinginan dari target grup.
f.
Appropriateness/ketepatgunaan
Penilaian terhadap ketepatgunaan
ditujukan untuk mengetahui kegiatan/rencana/kebijaksanaan tersebut memberikan
hasil/ keuntungan dan manfaat kepada target grup. Standar tingkat keuntungan
dan manfaat sangat relatif sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada target
grup tersebut.
Secara umum, pendekatan yang dipakai
untuk melaksanakan studi evaluasi ini adalah pendekatan evaluatif empiris. Empiris,
yaitu melihat apa dan bagaimana konsep dan framework
pelaksanaan mitigasi bencana di provinsi dan kabupaten. Pendekatan empiris
merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk memperoleh data lapangan dan
memetakan strategi mitigasi bencana di beberapa tingkatan pemerintahan yang
berlaku selama ini. Hasil pemetaan ini juga akan menjadi dasar untuk memilah
dan menganalisa kegiatan mitigasi bencana di sejumlah departemen/lembaga dan
pemerintah daerah. Evaluatif, yaitu
menilai keefektifan pelaksanaan kebijakan, strategi dan operasional mitigasi
bencana dan normatif dengan mengusulkan konsep dan framework pelaksanaan mitigasi bencana sebagai masukan untuk
penyempurnaan kebijakan, strategi dan operasional yang sudah ada.
C.
Sumber Data Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Dan
Konseling di Sekolah.
Untuk
mendapatkan data yang tepat dalam akurat dalam program evaluasi, program
bimbingan dan konseling, diperlukan sumber data yang relevan. Adapun sumber
data yang perlu di hubungi, sangat tergantung pada jenis data atau informasi
yang di perlukan. Sumber-sumber data yang dapat dihubungi, yaitu:
1.
Kepala
sekolah
2.
Wakil
kepala sekolah
3.
Koordinator
bimbingan dan konseling
4.
konselor
sekolah
5.
Guru/konselor/konselor/konselor
mata pelajaran
6.
Personel
sekolah lainnya
7.
Siswa
dan teman terdekatnya
8.
Orang
tua dan masyarakat
9.
Para
ahli atau lembaga-lembaga yang terkait
Yang
dapat bertindak sebagai evaluator terutama koordinator bimbingan dan konseling,
kepala sekolah dan kepala sekolah sekolah.
D.
Aspek-Aspek Yang Di Evaluasi.
Menurut
buku, “ bimbingan dan konseling “, terbitan direktorat tenaga kependidikan
direktorat jendral peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan,
departemen pendidikan nasional ( 2008: 30 ), Ada dua macam aspek kegiatan
penilaian program kegiatan bimbingan, yaitu penilain proses dan penilaian
hasil.
Penilaian
proses dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana keefektivan layanan
bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil dimaksudkan untuk
memperoleh informasi keefektivan layanan bimbingan dilihat dari hasilnya. Aspek
yang dinilai baik proses maupun hasil antara lain:
1.
Kesesuaian
antara program dengan pelaksanaan;
2.
Keterlaksanaan
program;
3.
Hambatan-hambatan
yang dijumpai;
4.
Dampak
layanan bimbingan terhadap kegiatan belajar mengajar;
5.
Respon
siswa, personil sekolah, orang tua, dan masyarakat terhadap layanan bimbingan;
6.
Perubahan
kemajuan siswa dilihat dari pencapaian tujuan layanan bimbingan, pencapaian
tugas-tugas perkembangan, dan hasil belajar; dan keberhasilan siswa setelah
menamatkan sekolah baik pada studi lanjutan ataupun pada kehidupannya di
masyarakat.
Apabila
dilihat dari sifat evaluasi, evaluasi bimbingan dan konseling lebih bersifat
“penilaian dalam proses” yang dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
1.
Mengamati
partisipasi dan aktivitas siswa dalam kegiatan layanan bimbingan.
2.
Mengungkapkan
pemahaman siswa atas bahan-bahan yang disajikan atau pemahaman/pendalaman siswa
atas masalah yang dialaminya.
3.
Mengungkapkan
kegunaan layanan bagi siswa dan perolehan siswa sebagai hasil dari
partisipasi/aktivitasnya dalam kegiatan layanan bimbingan.
4.
Mengungkapkan
minat siswa tentang perlunya layanan bimbingan lebih lanjut.
5.
Mengamati
perkembangan siswa dari waktu ke waktu (butir ini terutama dilakukan dalam
kegiatan layanan bimbingan yang berkesinambungan).
6.
Mengungkapkan
kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan layanan.
E.
Metode atau Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Dan
Konseling di Sekolah.
Pendekatan
evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling dapat dilakukan dengan
berbagai cara dan kegiatan. Ada beberapa metode yang digunakan untuk
menyelnggarakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling, yaitu:
1.
Metode survei.
Metode ini mungkin sering menggunakan metode evaluasi
dalam setting sekolah. Metode ini dimaksudkan guna mendapatkan data tentang
lingkungan, pengelolaan sikap dan pandangan personel sekolah lainnya, sikap dan
pandangan siswa terhadapa program bimbingan.
Jadi metode survei ini merupakan usaha untuk mengenal
keadaan sesungguhnya dari suatu sekolah secara menyeluruh sebagaimana adanya.
Hal tersebut sangat berguna untuk menentukan kegiatan sekolah selanjutnya dalam
rangka memperbaiki hal-hal yang tidak sesuai dengan kebutuhan siswa, melengkapi
kebutuhan yang belum terpenuhi, dan memperbaiki hubungan antara unsur-unsur
yang mendukung kehidupan sekolah tersebut.
2.
Metode observasi.
Sebelum melaksanakan observasi dibutuhkan suatu rencana
yang terinci, yang mencakup perilaku-perilaku siswa yang akan diamati, kapan
yang akan diamati, oleh siapa yang akan diamati, akan direkam dengan cara yang
bagaimana, dan akan diberi interpretasi eveluatif menurut apa. Jadi, sebelum observasi
dilaksanakan, observer perlu membuat pedoman atau kriteria terlebih dahulu agar
dapat yang diperoleh lebih terarah dan tepat. Unsur objektivitas dapat
dikurangi dengan cara melibatkan banyak orang.
Dengan demikian, peencanaan yang rinci, pembuatan pedoman
atau kriteria dan keterlibatan lebih dari satu orang dalam observasi akan
diperoleh data yang lebih terarah, tepat dan objektif.
3.
Metode eksperimental.
Bentuk ini yang paling tepat memerlukan dengan membentuk
2 kelompok siswa yang satu diantaranya dijadikan kelompok eksperimental dan
kelompok yang lainnya menjadi kelompok kontrol, yaitu yang satu menjadi
kelompok yang mendapat pelayanan bimbingan dan konseling dan kelompok yang
lainnya tidak mendapat layanan bimbingan dan konseling.
Kalau hasil perkembangan dalam suatu periode tertentu
dari kedua kelompok diperbandingkan, dari hasil perbandingan tersebut tampak
sampai sejauh mana program bimbingan dan konseling dapat membantu perkembangan
siswa yang memperolehnya.
4.
Metode study kasus.
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai
keadaan seorang siswa yang dijadikan objek studi kasus. Sebelum melakukan studi
kasus perlu ditetapkan hal-hal yang dianggap penting tentang diri seorang siswa
(klien) yang berkaitan dengan usaha layanannya.
Metode studi kasus cukup banyak memakan waktu, akan
tetapi memiliki beberapa keuntungan tertentu. Penekanannya pada perkembangan
individu dan perkembangan kepribadiannya, disamping itu metode ini banyak
manfaatnya bagi konselor dalam mengevaluasi efesiensi dan efektivitas
kegiatan-kegiatan bimbingan yang dilaksanakannya.
F.
Kriteria Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Dan
Konseling di Sekolah
Penetapan
kriteria sebagai patokan dalam evaluasi program bimbingan dan konseling sudah
lama merupakan persoalan yang belum terpecahkan secara tuntas. Kriteria sebagai
patokan untuk menevaluasi keberhasilan pelaksanaan program bimbingan dan
konseling di sekolah adalah mengacu pada terpenuhi tidaknya kebutuhan-kebutuhan
peserta didik dan pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung, berperan membantu peserta didik memperoleh perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik
Selain
itu kriteria keberhasilan program pelayanan bimbingan dan konseling disekolah
dan madrasah juga bisa ditentukan dengan:
1.
Taraf
keberhasilan siswa dalam belajar pada tingkat satuan pendidikan yang lebih
tinggi.
2.
Perasaan
puas dalam memangku jabatan di masyarakat.
3.
Aspirasi
yang realistik dalam menyusun rencana masa depan.
4.
Frekuensi
pengungkapan masalah yang mengganggu ketenangan hidup siswa berkurang.
5.
Hasil
belajar di sekolah atau madrasah lebih baik ( meningkat ).
6.
Keterlibatan
siswa dalam akademik meningkat.
7.
Jumlah
siswa yang menimbulkan kasus problematika berkurang.
8.
Lebih
banyak siswa yang memanfaatkan layanan-layanan bimbingan yang disediakan
sekolah dan madrasah, misalnya layanan konseling.
BAB IV
Teknik-Teknik Evaluasi Bimbingan Dan Konseling
A.
Teknik-Teknik Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Dan
Konseling di Sekolah
Kegiatan
penyelenggaraan bimbingan dan konseling disekolah meliputi banyak aspek baik
yang menyangkut SDM maupun instrumen pendukung kegiatan lainnya, yaitu sebagai
barikut:
1.
Lingkungan
bimbingan, sarana yang ada, dan situasi daerah.
2.
Program
kegiatan bimbingan.
3.
Personal
atau ketenagaan.
4.
Fasilitas
teknik dan fisik.
5.
Pengelolaan
dan administrasi bimbingan.
6.
Pembiayaan.
7.
Partisipasi
personal.
8.
Proses
kegiatan
9.
Akibat
sampinga
Bila aspek proses kegiatan
yang hendak dievaluasi dengan kriteria pada bagian 1 di atas (Lingkungan
bimbingan, sarana yang ada, dan situasi daerah ), instrumen teknik yang harus
digunakan adalah:
1.
Chek
list
2.
Observasi
kegiatan
3.
Tes
situasi
4.
Wawancara
5.
Angket
Karena itu, metode atau
pendekatan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling, antara lain:
Metode survei, metode observasi, metode eksperimental dan metode studi kasus.
B.
Langkah-Langkah Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan
Dan Konseling di Sekolah.
Dalam melaksanakan evaluasi
program, ada beberapa hal yang harus ditempu sebagai berikut:
1.
Merumuskan
masalah atau beberapa pertanyaan. Karena tujuan evaluasi adalah untuk
memperoleh data yang diperlukan untuk mengambil keputusan, maka konselor perlu
mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan hal-hal yang akan
dievaluasi. Pertanyaan-pertanyaan itu pada dasarnya terkait dengan dua aspek
pokok yang dievaluasi yaitu : (1) tingkat keterlaksanaan program (aspek
proses), dan (2) tingkat ketercapaian tujuan program (aspek hasil).
2.
Mengembangkan
atau menyusun instrumen pengumpul data. Untuk memperoleh data yang diperlukan,
yaitu mengenai tingkat keterlaksanaan dan ketercapaian program, maka konselor
perlu menyusun instrumen yang relevan dengan kedua aspek tersebut. Instrumen
itu diantaranya inventori, angket, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan
studi dokumentasi.
3.
Mengumpulkan
dan menganalisis data. Setelah data diperoleh maka data itu dianalisis, yaitu
menelaah tentang program apa saja yang telah dan belum dilaksanakan, serta
tujuan mana saja yang telah dan belum tercapai.
4.
Melakukan
tindak lanjut (Follow Up). Berdasarkan temuan yang diperoleh, maka dapat
dilakukan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan ini dapat meliputi dua kegiatan,
yaitu (1) memperbaiki hal-hal yang dipandang lemah, kurang tepat, atau kurang
relevan dengan tujuan yang ingin dicapai, dan (2) mengembangkan program, dengan
cara merubah atau menambah beberapa hal yang dipandang dapat meningkatkan
kualitas atau efektivitas program.
Penilaian
di tingkat sekolah merupakan tanggung jawab kepala sekolah yang dibantu oleh
pembimbing khusus dan personel sekolah lainnya. Di samping itu penilaian kegiatan
bimbingan dilakukan juga oleh pejabat yang berwenang (kepala sekolah bimbingan
dan konseling) dari instansi yang lebih tinggi (Departemen Pendidikan Nasional
Kota atau kabupaten).
Sumber
informasi untuk keperluan penilaian ini antara lain siswa, kepala sekolah, para
wali kelas, guru/konselor/konselor/konselor mata pelajaran, orang tua, tokoh
masyarakat, para pejabat depdikbud, organisasi profesi bimbingan, sekolah
lanjutan, dan sebagainya. Penilaian dilakukan dengan menggunakan berbagai cara
dan alat seperti wawancara, observasi, studi dokumentasi, angket, tes, analisis
hasil kerja siswa, dan sebagainya.
Penilaian
perlu diprogramkan secara sistematis dan terpadu. Kegiatan penilaian baik
mengenai proses maupun hasil perlu dianalisis untuk kemudian dijadikan dasar
dalam tindak lanjut untuk perbaikan dan pengembangan program layanan bimbingan.
Dengan dilakukan penilaian secara komprehensif, jelas dan cermat maka diperoleh
data atau informasi tentang proses dan hasil seluruh kegiatan bimbingan dan
konseling. Data dan informasi ini dapat dijadikan bahan untuk
pertanggungjawaban/ akuntabiltas pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
BAB V
SUPERVISI BIMBINGAN KONSELING
A.
Latar Belakang Perlunya Supervisi
Dalam
menjaga mutu proses pendidikan
diperlukan adanya kontrol mutu (quality control) yang mengawasi jalannya
proses dan segala komponen pendukung-nya. Fungsi seorang kepala sekolah secara garis besar
dikenal dengan istilah Emaslim, yaitu: edukator, manejer,
administrator, supervisor, leader, inovator; dan motivator. Kepala sekolah
sebagai supervisor harus mampu mengkoordinasikan program-program sekolah/madrasah/, kelompok-kelompok, bahan, dan
laporan-laporan yang berkaitan dengan sekolah/madrasah dan para guru/konselor/konselor/konselor.
Kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai konsultan dalam manajemen
sekolah/madrasah, memberi arah pada pengembangan kurikulum, teknologi pembelajaran/bimbingan/bimbingan,
dan pengembangan staf. Kepala sekolah harus melayani pendidik dan tenaga
kependidikan, baik secara kelompok maupun individual. Ada kalanya supervisor
harus berperan sebagai pemimpin kelompok dalam pertemuan-pertemuan yang
berkaitan dengan pengembangan kurikulum, pembelajaran/bimbingan/bimbingan atau
manajemen sekolah/madrasah secara umum. Terakhir, supervisor juga harus
melakukan evaluasi terhadap pengelolaan sekolah/madrasah dan pembelajaran/bimbingan/bimbingan
pada sekolah-sekolah/ madrasah-madrasah yang menjadi lingkup tugasnya.
Untuk
dapat melaksanakan tugasnya tersebut kepala sekolah tentu harus menguasai
berbagai prinsip, metode dan teknik supervisi sehingga ia dapat menentukan
strategi, pendekatan atau model supervisi yang cocok untuk menyelesaikan suatu
permasalahan atau program. Materi ini merupakan salah satu bahan yang ditujukan
bagi supervisor untuk menguasai kompetensi tersebut.
B.
Kompetensi Kepala Sekolah
Ada
5 kompetensi atau keahlian yang mutlak harus dimiliki oleh seorang kepala
sekolah di dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari. Kelima kompetensi itu meliputi
: kompetensi kepribadian, manejerial, sosial, kewirausahaan dan supervisi.
Kompetensi supervisi adalah kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan Kepala
sekolahan akademik yakni menilai dan membina guru/konselor/konselor/konselor
dalam rangka mempertinggi kualitas proses pembelajaran/bimbingan/bimbingan
yang dilaksanakannya, agar berdampak
terhadap kualitas hasil belajar siswa.
Kompetensi supervisi intinya adalah membina guru/konselor/konselor/konselor
dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran/bimbingan/bimbingan. Oleh sebab itu
sasaran supervisi adalah guru/konselor/konselor/konselor dalam proses pembelajaran/bimbingan/bimbingan, yang terdiri dar materi pokok
dalam proses pembelajaran/bimbingan/bimbingan, penyusunan silabus dan RPP,
pemilihan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan/bimbingan, penggunaan
media dan teknologi informasi dalam pembelajaran/bimbingan/bimbingan, menilai
proses dan hasil pembelajaran/bimbingan/bimbingan serta penelitian tindakan
kelas.
Oleh karena itu tujuan umum supervisi ini adalah (1)
menerapkan teknik dan metode supervisi di sekolah, dan (2) Mengembangkan
kemampuan dalam menilai dan membina guru/konselor/konselor/konselor untuk
mempertinggi kualitas proses pembelajaran/bimbingan/bimbingan yang dilaksanakannya
agar berdampak terhadap kualitas hasil belajar siswa.
Berkaitan
dengan kemampuan supervisi seorang kepala sekolah, maka dapat diuraikan
kemampuan dan keahlian yang wajib dimiliki seorang kepala sekolah. Keahlian itu
adalah sebagai berikut :
1.
Mampu
melakukan supervisi sesuai prosedur dan teknik-teknik yang tepat:
a)
Mampu
merencanakan supervisi sesuai kebutuhan guru/konselor/konselor/konselor
b)
Mampu
melakukan supervisi bagi guru/konselor/konselor/konselor dengan menggunakan
teknik-teknik supervisi yang tepat
c)
Mampu
menindaklanjuti hasil supervisi kepada guru/konselor/konselor/konselor melalui
antara lain pengembangan profesional guru/konselor/konselor/konselor,
penelitian tindakan kelas, dsb.
2.
Mampu
melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan program pendidikan sesuai dengan
prosedur yang tepat:
a)
Mampu
menyusun standar kinerja program pendidikan yang dapat diukur dan dinilai.
b)
Mampu
melakukan monitoring dan evaluasi kinerja program pendidikan dengan menggunakan
teknik yang sesuai
c)
Mampu
menyusun laporan sesuai dengan standar pelaporan monitoring dan evaluasi
C.
Pendekatan dalam Supervisi
Menurut
Sahertian (Sahertian, 2000:44-52).
pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan Supervisi,
ada 3, yaitu:
1.
Pendekatan Langsung (Direktif), Pendekatan
direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung.
Supervisor memberikan arahan langsung. Sudah tentu pengaruh perilaku
supervisor lebih dominan. Oleh karena konselor ini mengalami kekurangan, maka
perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi. Supervisor dapat menggunakan
penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Pendekatan
seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku supervisor adalah: menjelaskan,
menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolak ukur, dan menguatkan.
2.
Pendekatan Tidak Langsung (Non-direktif), Pendekatan
tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang
sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan
permasalahan, tapi ia terlebih dulu
mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan konselor-konselor. Ia memberi
kesempatan sebanyak mungkin kepada konselor untuk mengemukakan permasalahan
yang mereka alami. Konselor mengemukakan masalahnya supervisor mencoba
mendengarkan, memahami, apa yang dialami konselor-konselor. Perilaku supervisor
dalam pendekatan non-direktif
adalah: mendengarkan, memberi
penguatan, menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan masalah
3. Pendekatan
Kolaboratif, Yang
dimaksud dengan pendekata koplaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan
cara pendekatan direktif dan non–direktif menjadi pendekatan baru. Pada
pendekatan ini baik supervisor maupun konselor bersama-sama, bersepakat untuk
menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan
terhadap masalah yang dihadapi konselor. Dengan demikian pendekatan dalam
supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
Perilaku supervisor adalah sebagai berikut: menyajikan, menjelaskan,
mendengarkan, memecahkan masalah, dan negosiasi.
BAB VII
METODE
SUPERVISI
A.
METODE SUPERVISI
Terdapat
dua metode Supervisi yang dapat dilakukan kepala sekolah. Metode-metode
tersebut dibedakan antara yang bersifat individual dan kelompok. Pada setiap
metode supervisi tentunya terdapat kekuatan dan kelemahan.
1.
Metode supervisi individual adalah
pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada konselor tertentu yang mempunyai
masalah khusus dan bersifat perorangan. Supervisor di sini hanya berhadapan
dengan seorang konselor yang dipandang memiliki persoalan tertentu.
2.
Metode
supervisi kelompok adalah
satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau
lebih. Konselor-konselor yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan,
memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama
dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian
kepada mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau
kebutuhan yang mereka hadapi.
B.
TEHNIK – TEHNIK SUPERVISI
Ada bermacam-macam teknik supervisi dalam upaya pembinaan kemampuan konselor.
Dalam hal ini meliputi pertemuan staf, kunjungan supervisi, buletin
profesional, perpustakaan profesional, laboratorium kurikulum, penilaian konselor,
demonstrasi bimbingan, pengembangan kurikulum, pengembangan petunjuk bimbingan,
darmawisata, lokakarya, kunjungan antarkelas, bacaan profesional, dan survei
masyarakat-sekolah. Sedangkan menurut Gwyn, teknik-teknik supervisi itu bisa
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu. teknik supervisi individual dan
teknik supervisi kelompok.
Teknik-teknik
supervisi yang dikelompokkan sebagai teknik individual meliputi: kunjungan
kelas, observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas, dan menilai
diri sendiri. Berikut ini dijelaskan pengertian-pengertian dasarnya secara singkat
satu persatu.
a) Kunjungan
Kelas
Kunjungan
kelas adalah teknik pembinaan konselor oleh kepala sekolah, kepala sekolah, dan
pembina lainnya dalam rangka mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar
sehingga memperoleh data yang diperlukan dalam rangka pembinaan konselor.
Kunjungan kelas ini bisa dilaksanakan dengan pemberitahuan atau tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu, dan bisa juga atas dasar undangan dari konselor
itu sendiri.
b) Observasi
Kelas
Observasi
kelas secara sederhana bisa diartikan melihat dan memperhatikan secara teliti
terhadap gejala yang nampak. Observasi kelas adalah teknik observasi yang
dilakukan oleh supervisor terhadap proses bimbingan yang sedang berlangsung.
Secara umum, aspek-aspek yang diamati selama proses bimbingan yang sedang berlangsung
adalah:
1)
usaha-usaha dan aktivitas konselor-siswa
dalam proses bimbingan
2)
cara penggunaan media Bimbingan
3)
reaksi
mental para siswa dalam proses belajar mengajar
4)
keadaan
media Bimbingan yang dipakai dari segi materialnya.
3) Pertemuan
Individual
Pertemuan individual adalah satu pertemuan, percakapan,
dialog, dan tukar pikiran antara pembina atau supervisor konselor, konselor dengan konselor, mengenai
usaha meningkatkan kemampuan profesional konselor.
Dalam
percakapan individual ini supervisor harus berusaha mengem- bangkan segi-segi
positif konselor, mendorong konselor mengatasi kesulitan-kesulitannya, dan
memberikan pengarahan, hal-hal yang masih meragukan sehingga terjadi
kesepakatan konsep tentang situasi bimbingan yang sedang dihadapi.
4) Kunjungan Antar Kelas
Kunjungan
antarkelas dapat juga digolongkan sebagai teknik supervisi secara perorangan. Konselor
dari yang satu berkunjung ke kelas yang lain dalam lingkungan sekolah itu
sendiri. Dengan adanya kunjungan antarkelas ini, konselor akan memperoleh pengalaman
baru dari teman sejawatnya mengenai pelaksanaan proses bimbingan, pengelolaan kelas, dan
sebagainya.
5) Menilai
Diri Sendiri
Menilai
diri sendiri merupakan satu teknik individual dalam supervisi pendidikan.
Penilaian diri sendiri merupakan satu teknik pengembangan profesional konselor.
Penilaian diri sendiri memberikan informasi secara obyektif kepada konselor
tentang peranannya di kelas dan memberikan kesempatan kepada konselor
mempelajari metoda
Nilai
diri sendiri merupakan tugas yang tidak mudah bagi konselor. Untuk mengukur
kemampuan mengajarnya, di samping menilai murid-muridnya, juga menilai dirinya
sendiri.
Menurut Gwynn, ada tiga belas
teknik supervisi kelompok, sebagai berikut.
1)
Kepanitiaan-kepanitiaan
2)
Kerja kelompok
3)
Laboratorium kurikulum
4)
Baca terpimpin
5)
Demonstrasi bimbingan
6)
Darmawisata
7)
Kuliah/studi
8)
Diskusi panel
9)
Perpustakaan jabatan
10)
Organisasi profesional
11)
Buletin supervisi
12)
Pertemuan konselor
13)
Lokakarya atau konferensi kelompok
Teknik supervisi kelompok ini
tidak akan dibahas satu persatu, karena sudah banyak buku yang secara khusus
membahasnya. Satu hal yang perlu ditekankan di sini bahwa tidak ada satupun di
antara teknik-teknik supervisi kelompok di atas yang cocok atau bisa diterapkan
untuk semua pembinaan dan konselor di sekolah. Artinya, akan ditemui oleh
kepala sekolah dan kepala sekolah adanya satu teknik tertentu yang cocok diterapkan
untuk membina seorang konselor tetapi tidak cocok diterapkan pada konselor
lain. Oleh sebab itu, seorang kepala sekolah dan kepala sekolah harus mampu
menetapkan teknik-teknik mana yang sekiranya mampu membina keterampilan bimbingan
seorang konselor.
Menetapkan teknik-teknik supervisi
yang tepat tidaklah mudah. Seorang kepala sekolah , selain harus mengetahui
aspek atau bidang keterampilan yang akan dibina, juga harus mengetahui
karakteristik setiap teknik di atas dan sifat atau kepribadian konselor,
sehingga teknik yang digunakan betul-betul sesuai dengan konselor yang sedang
dibina melalui supervisi .
BAB VIII
PROSES DAN PENGEMBANGAN INSTRUMEN
A. Proses pengembangan instrumen
evaluasi dan supervisi
Supervisi itu sama sekali bukan
mengukur unjuk kerja guru/konselor/konselor dalam mengelola proses pembelajaran/bimbingan,
melainkan bagaimana membantu guru/konselor/konselor mengembangkan kemampuan
profesionalnya. Meskipun demikian, supervisi tidak bisa terlepas dari
pengukuran kemampuan guru/konselor/konselor dalam mengelola proses pembelajaran/bimbingan.
Pengukuran kemampuan guru/konselor/konselor dalam mengelola proses pembelajaran/bimbingan
merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dalam proses
supervisi pembelajaran/bimbingan. Ini berarti dalam setiap merencanakan dan
memprogram supervisi akademik selalu diperlukan instrumen pengukuran.
Proses
supervisi akademik dapat digambarkan sebagai berikut:

Langkah I
Pertemuan Pra-pengamatan.
Kepala
sekolah berusaha untuk menjelaskan pada guru/konselor kegiatan spesifik di
kelas. Berunding dengan guru/konselor
untuk membangun saling pengertian dan kemudahan komunikasi, sehingga
kunjungannya dapat diterima dan tidak menakutkan. Ia dapat mendiskusikan dan memutuskan hal-hal
yang akan disupervisi, mulai dari metode, pengelolaan kelas sampai dengan
evaluasi pembelajaran
Langkah-II
Pengamatan.
Setelah
melakukan pertemuan sebelumnya serta berdiskusi dengan guru/konselor, Kepala
sekolah harus memutuskan hal-hal yang harus diamati dari kejadian-kejadian yang
ada, misalnya:
a.
Apakah
guru/konselor secara konsisten mendominasi proses konseling sepanjang waktu?
b.
Apakah
ia melibatkan klien dalam proses?
c.
Apakah
metodenya efektif?
d.
Apakah
tayangan dalam alat bantu audio visual dan alat bantu bimbingan/konseling
lainnya relevan dengan materi BK?
e.
Seberapa
banyak aplikasi proses bantuan untuk kehidupan klien?
Selama pengamatan, Kepala sekolah mencatat butir petunjuk
konstruktif dan positif, yang nantinya akan didiskusikan dengan guru/konselor.
Langkah-III
Analisis hasil pengamatan
Kepala
sekolah membuat analisis yang menyeluruh/komprehensif pada data supervisi
untuk menafsirkan hasil pengamatannya. Berdasarkan
analisisnya, maka Kepala sekolah kemudian mengidentifikasi perilaku konselor
yang positif, yang harus dipelihara dan perilaku negatif yang harus dirubah,
agar dapat menyelesaikan/menanggulangi masalah.
Langkah-IV Pertemuan setelah pengamatan
Data yang
telah dianalisis ditunjukkan pada guru/konselor. Umpan balik diberikan sedemikian sehingga guru/konselor
dapat memahami temuan, mengubah
perilaku yang teridentifikasi dan mempraktekkan panduan yang diberikan.
Penerimaan
dan internalisasi merupakan capaian terbaik.
Hal ini terjadi apabila hubungan antara guru/konselor dengan Kepala
sekolah dapat digolongkan ke dalam sifat kooperatif dan kolegalitas yang tidak
mengancam.
Dari umpan balik Kepala
sekolah dan dukungan pada guru/konselor, maka dapat ditentukan bersama:
a.
Perilaku
positif proses konseling yang harus dipelihara.
b.
Strategi-strategi
alternatif untuk mencapai perubahan yang diinginkan.
c.
Kelayakan/kepantasan
dari menggunakan kembali metode yang pernah dilakukan.
Langkah-V Evaluasi
Hasil
Dari umpan balik Kepala
sekolah dan dukungan pada guru/konselor, maka dapat ditentukan bersama:
1.
Perilaku
positif proses konseling yang harus dipelihara.
2.
Strategi-strategi
alternatif untuk mencapai perubahan yang diinginkan.
3.
Kelayakan/kepantasan
dari menggunakan kembali metode yang pernah dilakukan.
B. Pengembangan instrumen Supervisi
Menurut Asrori (2002: 43-44) ada lima langkah utama dalam
melakukan supervisi, yaitu:
a.
Menetapkan
tolok ukur, yaitu menentukan pedoman yang digunakan.
b.
Mengadakan
penilaian, yaitu dengan cara memeriksa hasil pekerjaan yang nyata telah
dicapai.
c.
Membandingkan
antara hasil penilaian pekerjaan dengan yang seharusnya dicapai
sesuai dengan tolok ukur yang teah ditetapkan.
d.
Menginventarisasi
penyimpangan dan atau pemborosan yang terjadi (bila ada).
e.
Melakukan
tindakan korektif, yaitu mengusahakan agar yang direncanakan dapat menjadi
kenyataan.
Berdasarkan langkah-langkah dalam melaksanakan pengawasan
tersebut, secara implisit terkandung
langkah penyusunan instrumen atau alat pengumpulan data. Semakin baik instrumen
yang digunakan maka akan semakin valid
data pengawasan sekolah yang terkumpul. Sebaliknya bila instrumen pengumpulan
data yang digunakan berkualitas rendah maka data yang terkumpul tidak akan
menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Instrumen dapat diibaratkan sebagai alat
pendiagnosa penyimpangan pelaksanaan. Melalui instrumen pengawasan akan
terdeteksi di mana letak penyimpangan pelaksanaan kegiatan di suatu sekolah.
Setidaknya ada dua cara dalam mengembangkan instrumen
(alat ukur), yaitu: (1) dengan mengembangkan sendiri; dan (2) dengan cara
menyadur (adaptation).
Menurut
Arikunto (1988: 48-52), langkah-langkah yang harus dilalui dalam menyusun
instrumen apapun, termasuk instrumen pengawasan sekolah adalah sebagai berikut:
a.
Merumuskan
tujuan yang akan dicapai dengan instrumen yang akan disusun.
Contoh: Tujuan
menyusun angket untuk mengumpulkan data tentang besarnya minat belajar dengan
modul.
b.
Membuat
kisi-kisi yang mencanangkan tentang perincian variabel dan jenis instrumen yang
akan digunakan untuk mengukur bagian variabel yang bersangkutan.
Contoh: Untuk mengumpulkan
data tentang kegiatan belajar mengajar di kelas diperlukan angket, wawancara,
observasi, dan dokumen.
c.
Membuat
butir-butir instrumen
Menyusun instrumen
bukanlah pekerjaan yang mudah. Bagi peneliti atau pengawas sekolah pemula,
tugas menyusun instrumen merupakan pekerjaan yang membosankan dan menyebalkan.
Sebelum memulai pekerjaannya, mereka menganggap bahwa menyusun instrumen
itu mudah. Setelah tahu bahwa langkah
awal adalah membuat kisi-kisi yang menuntut kejelian yang luar biasa. Tidak
mengherankan kalau banyak di antara pengawas yang merasa kesulitan.
d.
Menyunting
instrumen
Apabila
butir-butir instrumen sudah selesai dilakukan, maka penilai atau pengawas
melakukan pekerjaan terakhir dari penyusunan instrumen yaitu mengadakan
penyuntingan (editing). Hal-hal yang dilakukan dalam tahap-tahap ini
adalah:
1)
Mengurutkan
butir menurut sistematika yang dikehendaki penilai atau pengawas untuk mempermudah
pengolahan data.
2)
Menuliskan
petunjuk pengisian, identitas dan sebagainya.
3)
Membuat
pengantar permohonan pengisian bagi angket yang diberikan kepada orang lain.
Arikunto,
S, (2002), Prosedur Penelitian,
Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto,
S,(1988), Penilaian Program Pendidikan,
Jakarta, Depdikbud
Asrori,
(2002). Sistem Pengawasan Terhadap Invantarisasi Prasarana dan Sarana
Pendidikan pada Sekolah Dasar Negeri di Kota Bandung. Tesis pada PPS UPI
Bandung: tidak diterbitkan
Glickman, C. D. (1981). Developmental supervision : Altenative practices for helping teachers.
New York: Holt, Rinehart and Winston.
Glickman, C. D. (1990). Supervision of instruction: A developmet approach (2nd ed.). Boston:
Allyn and Bacon.
Sahertian,
Piet, (2000), Konsep Dasar dan Teknik
Supervisi Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta , Rineka
Cipta
Terimakasih...
BalasHapusterima kasih
BalasHapusTerima kasih materinya. Ijin sitasi.
BalasHapus